INAWALA, OPINI - Hari Antikorupsi Internasional atau Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) setiap tahunnya diperingati pada tanggal 9 Desember. Peringatan ini bertujuan untuk mendidik masyarakat tentang masalah korupsi yang dapat merusak pembangunan sosial dan ekonomi di semua masyarakat di seluruh dunia.
Korupsi dinilai sebagai fenomena sosial, politik dan ekonomi yang kompleks yang mempengaruhi semua negara. Tidak ada wilayah, komunitas, atau negara yang kebal terhadap korupsi.
Bagaimana awal mula ditetapkannya Hari Anti Korupsi Internasional?
Mengutip India Today, 10 Desember 2019, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan korupsi pada tanggal 31
Oktober 2003. Dalam sidang tersebut juga ditetapkan 9 Desember sebagai Hari Antikorupsi Sedunia.
Hari itu dibuat untuk meningkatkan kesadaran tentang korupsi dan peran konvensi dalam memerangi dan mencegahnya. Konvensi mulai berlaku pada bulan Desember 2005. Mengutip laman United Nation, pada tanggal 31 Oktober 2003, Sidang Umum menyetujui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan Korupsi.
Selain itu meminta Sekretaris Jenderal menunjuk Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) sebagai sekretariat untuk Konferensi Negara-negara Pihak Konvensi (resolusi 58/4).
PBB menandai Hari Antikorupsi sebagai Hari Internasional untuk mendidik publik bahwa isu ini menjadi perhatian penting.
Selain itu untuk memobilisasi kemauan politik dan sumber daya untuk mengatasi masalah global. Hari Internasional diperingati di seluruh dunia oleh pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, sektor swasta dan media serta masyarakat umum.
Lalu, Kapan Pertama Kali Terjadi Korupsi di Indonesia ?
Antara 1951–1956 isu korupsi mulai diangkat oleh koran lokal seperti Indonesia Raya yang dinahkodai oleh Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel.
Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali Sastroamidjoyo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal ditangkap oleh Polisi Militer.
Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan Menteri Penerangan kabinet Burhanuddin Harahap (kabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Sementara itu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di Indonesia.
Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI.Jenderal Nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil.
Dan
Pertamina adalah suatu organisasi yang merupakan lahan korupsi paling subur.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, Kepala Staffnya.
Sayangnya, Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di Bandung. Kasus ini membuat DI Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua Senat Seskoad.